Monday, January 21, 2013

Resensi Cerpen Upacara


Judul                : Upacara
Penulis             : Korrie Layun Rampan 
Penerbit           : Pustaka Jaya, 1978
Asli dari           : Universitas Michigan
Didigitalkan      : 1 September 2006
Tebal               : 128 halaman


Korrie Layun Rampan begitu orang memanggilnya. Pria kelahiran Samarinda, Kalimantan Timur pada 17 Agustus 1953 ini merupakan seorang seniman dalam membuat karya sastra. Hingga kini terhitung beliau telah menulis 6 buah novel sudah diterbitkan serta 52 manuskrip novel, 24 kumpulan cerpen yang sudah diterbitkan plus 38 manuskrip.

Salah satu karyanya tersebut yaitu sebuah rroman yang berjudul "Upacara". Sebuah maha karya dibidang sastra yang telah menjuarai Sayembara Mengarang Roman Dewan Kesenian Jakarta 1976 . Novel ini diterbitkan oleh Pustaka jaya, 1978 namun baru didigitalkan pada 1 September 2010 dengan jumlah halaman sebanyak 128 halaman. Novel ini membuat orang tertarik untuk membacanya karena termuat dalam sebuah buku yang berukuran 23.7 x 13.4 cm dengan sampul yang menarik.
Dalam roman ini Korrie Layun Rampan  melukiskan pengalaman batin yang dilakukan oleh tokoh "aku" tatkala menjalani berbagai upacara meruwat (crisis rite), yang diselenggarakan oleh penduduk sebuah perkampungan sukubangsa Dayak di pedalaman Kalimantan. Upacara demi upacara yang dilakukan oleh tokoh "aku" dilukiskan dalam roman ini. Kisahnya diawali dengan pelukisan si "aku" dalam keadaan siuman ketika sedang berlangsung upacara individual bagi kesembuhan dirinya.
Kemudian, dalam upacara balian seolah-olah kita dibawa si "aku" untuk turut menghayati alam dan kehidupan orang Dayak. Apakah mereka percaya adanya Tuhan yang Maha Esa? Jawaban tentang ini dilukiskan ketika paman Jamoq ( seorang dukun yang tersohor di kampung itu) dengan tuan Smith. Tuan Smith seorang antropolog Amerika yang sedang melakukan penelitian di pedalaman Kalimantan. Di samping itu rupanya ia pun seorang missioner yang hendak memperkenalkan "sang Juru Selamat" kepada orang Dayak, akan tetapi mereka menolak.
Mula-mula si "aku" menjalin kasih dengan Waning seorang primadona yang ada di desanya. Tapi malapetaka datang  menimpa. Waktu si "aku" kembali dari pengembaraanya di hutan, mencari hasil-hasil hutan, Waning telah tiada. Adegan yang mengharukan tatkala si "aku" menemukan barang-barang peninggalan kekasihnya itu, dilukiskan dengan mengesankan sekali.
Setelah beberapa kali si "aku" mengalami hal yang pahit dalam pencarian seorang pendamping hidup, akhirnya si "aku" menemukan jodohnya. Ifing, adik Waning, rupa-rupanya dengan diam-diam telah mencintai si "aku". Baru kemudian si "aku"  memperhatikan gadis yang mungil itu. Ifing ternyata menyimpan kelembutan dan kecantikan Waning. Maka di akhir cerita, upacara diadakan untuk mempersatukan dua remaja ini dalam  ikatan perkawinan. Upacara itu disebut Pelulungan.
Persoalan orang-orang asing di pedalaman Kalimantan merepotkan orang pedalam. Orang-orang asing itu membawa malapetaka.  Mereka mengawini gadis-gadis Dayak, kemudian ditinggal begitu saja dalam keadaan mengandung atau melahirkan anak. Hutan sebagai tempat mencari makan banyak ditebangi, alampun marah mengirimkan banjir. Semua ini dirasakan sebagai malapetaka.
Untaian-untaian kata yang indah tersirat didalam roman ini serta dalam setiap alur cerita yang diceritakan dengan bahasa yang sangat puitis sehingga mampu membuat orang tertarik untuk membacanya. Kata-kata puitis itulah yang membuat  perlunya pemahaman arti kata demi kata dari pembaca. Dengan demikian pengetahuan si pembaca bertambah. Namun ada bebera kata yang sulit untuk dimengerti karena kata-katanya yang digunakan tersebut ialah kata kias yang biasa digunakan oleh para penyair. Namun karena pengemasan roman ini sangat menarik maka hal tersebut seakan tidak menjadi masalah dalam kita membacanya.
Banyak cerita yang menyiratkan nilai-nilai budaya dan sosial yang layak untuk perkembangan pengetahuan dan psikis remaja sehingga dapat menambah wawasan dan merasa lebih mencintai akan kekayaan budaya yang ada di bumi pertiwi ini.

0 komentar:

Post a Comment